Tetes air mata itu kulihat dari wajah lugu penuh keriput, beliau adalah nenekku.
Ya … Beliau adalah satu-satunya orang tuaku yang masih di beri karunia , karunia usia panjang yang dimana anak-anak beliau satu persatu telah lebih dulu di panggil-Nya yang salah satunya adalah Ibundaku tercinta.
Tetes air mata selalu mengalir setiap kali aku ingin mendengar berita kematian itu …
***
20 tahun yang lalu..
di sore yang begitu tenang, dari balik gubuk tua tetangga sebelah terdengar suara tawa yang begitu kencang, terbahak seakan begitu bahagianya.
Suara yang tak lain adalah suara Ibundaku.
“Heran ,tak biasanya Ibu seperti itu,sampai-sampai aku merinding mendengarnya.” cetus kakak perempuanku.
Jelang maghrib, kakaku begitu nikmatnya menyantap buah yang begitu asam.
“Jangan makan yang asam-asam maghrib-maghrib, suka ada yang meninggal dari salah satu keluarga lho !”
“Aaah mitos” jawab singkat kakakku yang tak menghiraukan teguran salah seorang tetangga itu.
Malam harinya malam itu begitu sunyi sangat berbeda dari sore yang begitu ramai.
Ayahku memutuskan menginap di rumah Istri pertama yang tak lain
adalah Ibu tiriku.
Mungkin sekitar jam 10 malam Ibuku baru ingat bahwa beliau belam
shalat Isya dan memutuskan meninggalkanku yang masih bayi di
kamar lalu mengambil wudhu di belakang rumah.
Selang beberapa lama kakak ke duaku mendengar tangisku, tangis si
kecil yang terbangun dari lelapnya.
Akupun di gendong ,kakakku mencoba meredakan tangisku.
“Duh Ummi kemana sih?” Tanya kakakku pada malam.
“Pak ,ada Ummi kesini?”
“Dari tadi juga Ummi kamu gak ada kesini?” Jawab ayahku
Lalu kakakkupun mencari Ibu ke rumah Kakak dari Ibu tiri.
“A’ ,Teh ,ada Ummi kesini?”
“Gak ada ,bukannya tadi di rumah?” Jawab kakakku yang bertanya
balik.
“Iya tadi sih di rumah,dan shalat di depan,tp sekarang gak ada.”
bersambung